Selasa, 30 Maret 2010

MENANTI KEPASTIAN









KUTERDIAM DALAM PENANTIAN
Di Griya Batas Kota ku telah sandarkan harapan-harapan yang tak kubayangkan sebelumnya. Tempat yang begitu sesuai menurut selera batinku. Nyaman,teduh,terkesan alami dengan sedikit penghuni namun terbalut rasa saling menjaga perasaan dan saling menghormati sesama yang cukup baik.Hatiku benar-benar damai meskipun dalam diamku masih berharap akan hadirnya seseorang yang benar-benar mengerti aku dengan segenap kekurangan dan kelebihanku.

BARU BISA SEPERTI INI
Hidayah yang hinggap pada hati sanubari seseorang memang tidak bisa dipaksakan, dan itulah yang aku rasakan selama ini. Sudah 11 tahun kujalani hidup dalam kedamaian bersama bu Satiti Widorini(istriku-almarhumah), namun tak pernah terpikirkan untuk memiliki rumah sendiri seperti sekarang ini. Pikiranku hanya sederhana saat itu, sehingga semua kuserahkan kepada bu Satiti untuk menentukan pilihan yang terbaik. Apa saja yang dapat membahagiakan keluarga maka akan ku dukung sepenuhnya. Tak pernah terbersit untuk menolak atau memberikan pilihan yang berbeda karena aku terbiasa percaya dan sayang kepadanya. Semua keputusanku mengikuti kebijakan bu Satiti pun karena keikhlasan bukan karena keterpaksaan. Hingga akhirnya bu Satiti tinggalkan aku dan anak-anak dalam kondisi tanpa tempat tinggal yang menjadi simbul rumah tangga kami. Yah mungkin memang ini skenario terbaik yang harus kami perankan.

INSPIRATOR YANG DEWASA
Setelah kepergian bu Satiti, kami tetap tinggal bersama ibu mertua yang selama ini selalu sayang dan penuh perhatian kepada kami. Setiap warna perjalanan hidup yang ku jalani selalu kunikmati dan ku ambil maknanya. Entah karena apa, datanglah inspirator yang begitu baik kepadaku dan selalu menguatkan tekadku untuk memiliki rumah sendiri. Saya tergerak dan termotivasi untuk mewujudkan rumah tempat tinggal sekaligus tempat ibadah untuk keluargaku. Meskipun hanya dengan gajiku yang relatif kecil tetapi niatku untuk memberi pelajaran berharga kepada kedua anakku sangat kuat. Mereka harus mengerti bahwa bapaknya telah berusaha sekuat tenaga memberikan apa yang semestinya dan tidak meninggalkan anak-anaknya dalam ketidakpastian tempat tinggal.

"JANGAN TINGGALKAN ANAKMU DALAM KEADAAN LEMAH"
Aku ingin merasakan menjadi seorang bapak yang bertanggungjawab kepada anak-anakku dan pendamping hidupku kelak jika Alloh berkenan memberiku lagi seorang istri sholikhah agar batinku semakin tenang dalam membimbing dan membesarkan anak-anakku sehingga jiwa mereka tumbuh dalam kasih sayang yang seimbang dari seorang bapak dan ibu yang mampu mengemban amanah. Saya berdoa agar wanita sholikhah yang disatukan denganku suatu saat dapat melanjutkan cita-cita kami meskipun dengan cara yang berbeda sesuai dengan keunikan pribadinya dan Aku harus memahaminya. Perlu dipahami bahwa keikhlasanku, kesungguhanku untuk mengantarkan mereka mencapai cita-citanya telah tertanam sejak kami disatukan dengan bu Satiti dalam ikatan yang sah. Suka duka seperti apapun kami jalani tanpa banyak mengeluh. "Semua adalah ujian bagi kita mas, kita harus jalani dengan ikhlas,ya mas, percayalah aku akan selalu berada di sampingmu", begitulah bu Satiti selalu mengingatkan ku ketika dalam kesulitan. Sanggup gak ya wanita sholikhahku nanti melanjutkan cita-cita kami? Semoga niat tulusku sebagai seorang Imam untuk anak-anak dan keluarga yang sementara waktu baru bisa seperti ini dapat menjadi kunci pembuka pintu kebaikan yang bernilai ibadah untuk menggapai ridho Alloh, amin.

POTRET DINAMIKA KEHIDUPAN KELUARGA

  Pantai Klayar dan Ata Luhung Hanasti Cerita tentang air laut tiada batas bagi siapapun. Lukisan tentang keindahan yang tertuang melalui tu...