PRIBADI DEWASA
Sesungguhnya,diam-diam ku dapat mengetahui banyak hal. Dengan banyak mendengar dan melihat, akhirnya aku pun banyak mengetahui tentang sifat dan prinsip hidup seseorang. Kesimpulannya, saya belum menemukan kesamaan jalan pikiran, mungkin semua butuh proses pembelajaran tentang cara memaknai hidup dalam keseimbangan.
Banyak perbedaan dalam memaknai hidup dan kehidupan seseorang mungkin disebabkan oleh tujuan hidup yang ingin diraih. Jika finansial dan materi sebagai tujuan akhir maka semua akan diterjemahkan dengan perhitungan untung dan rugi dalam kondisi apapun baik terhadap siapapun, dimanapun, kapanpun dan tentang apapun. Sebenarnya tidak semuanya salah, akan tetapi memenuhi rasa kecukupan secara finansial dan materi mestinya dibarengi sikap dewasa untuk menjalani prosesnya. Kita ini hidup di antara banyak orang yang berbeda karakternya, sehingga diperlukan interaksi yang kondusif dalam segalanya. Jangan berasumsi yang lain terserah monggo kersa yang penting saya untung. Setelah sekian waktu, ku mencoba mempertajam pendengaran dan penglihatanku agar lebih banyak pengalaman dan pengetahuan sebelum memutuskan untuk menilai seseorang. Namun setelah saya coba, nampaknya belum terlihat titik terang yang diharapkan dapat menjadi pemandu arah di saat menemukan jalan gelap dan berliku. Mungkin karena perbedaan banyak hal yang menyebabkan roda-roda yang semestinya saling support sudah tidak bergerak seirama lagi.
Jika kita terlalu cepat memutuskan, mungkin yang ada hanya perasaan sesaat dan dangkal yang bisa saja dikemudian menjadi beban hidup sepanjang perjalanan hidup. Tidak setiap orang mampu dan sanggup menjalani dan menanggung apapun yang berat dan penuh warna kehidupan berkeluarga yang komplek dalam kondisi yang serba berbeda. Saya memang mencoba sabar dan berpikir positif terhadap apa yang ku lihat dalam menjalani hidup seperti itu, namun tetap saja hati kecilku belum bisa seirama. Mungkin Alloh ingin memberikan sesuatu yang terbaik pada saatnya yang tepat.
FATAMORGANA
Seorang yang relatif sukses dalam materi dan finansial, apa mungkin membangun keluarga dengan seorang yang menekuni ilmu hikmah dalam perjalanan hidupnya. Tentu kita sama-sama masih belum sepenuhnya mengerti, bukan ? Namun mari kita renungkan sekali lagi, Apakah setelah seseorang mengenal diri orang lain dalam waktu yang cukup, merasa yakin dapat memposisikan setiap diri seperti yang diharapkan sebelumnya ? Bagaimanakah jika sudah terbangun sebuah keluarga yang sah ? Siap menerima segala konsekuensinya ? atau sebaliknya, diam-diam sudah menyiapkan strategi untuk lari dari masalah ? Tentu hal ini sangat sulit bagaimana harus menjawab, karena semua baru gambaran kosong dan belum dijalani secara nyata. Menakutkan bukan ? Bagi kita yang terbiasa memaknai kehidupan hanya fatamorgana, dan kita hanya berperan sebagai hamba yang siap melaksanakan peran, insyaalloh bisa meminimalkan setiap kesulitan yang ada, sehingga hidupnya relatif tenang dan stabil. Tapi tidak demikian bagi yang terbiasa hidup dalam keluarga yang serba kecukupan segalanya, hal ini akan menjadi masalah serius yang menakutkan. Dan tentu saja tidak mudah memahami setiap kesulitan menjadi media untuk mendewasakan dirinya.
PERSPEKTIF RASA
Saya, yang terbiasa hidup dalam keterbatasan dan kesederhanaan, sempat terkejut, ketika dengan tiba-tiba dikenal seseorang yang menempatkan materi dan finansial sebagai prioritas hidup. Sepertinya materi telah mewarnai seluruh jalan berpikirnya bahkan begitu sempurna dan menyeluruh telah berhasil mengubah perspektif hidupnya. Bagiku, ukuran kebahagiaan bukan ditinjau dari jumlah materi dan finansial yang bisa kita kumpulkan, tetapi kesiapan menjalani warna kehidupan bersama yang dinamis dan konsisten lebih utama.
Sesungguhnya kehadiran cinta karena hati dan ketulusan untuk saling melengkapi pasangannya dapat membawa putaran roda kehidupan berkeluarga jauh lebih stabil. Semoga perjalanan hidup setiap kita selama ini dapat menyadarkan diri kita bahwa perbedaan sudut pandang dalam membangun keluarga dan menentukan arah bahtera kehidupannya perlu komitmen yang kuat dan tidak boleh saling menyalahkan ketika sedang ada badai dan ombak besar menerpa, tetaplah istiqomah dan satukan niat untuk bisa melewati setiap kesulitan bersama-sama.
ANAK ITU CERMIN
Ketika perhatian orang tua kepada setiap anak-anaknya tidak bisa menyesuaikan dengan proses kematangannya, maka sikap otoriter orang tua sering menjadi pilihan untuk menyelesaikan masalah. Memang sekilas terlihat anak langsung diam dan tunduk namun batinnya terpidana, terancam kebebasan ekspresinya.
Bagaimana dengan kita, apakah sudah memilih jalan terbaik untuk mendampingi anak-anak setiap membutuhkan kehadiran kita, memberikan kasih sayang kepada mereka. Menjadi teman saat bermain, menjadi pelindung sebagai seorang Ayah, dan menjadi figur terbaik saat mereka mengidolakan tokoh dalam imajinasinya ? Perhatian penuh kepada buah hati, butuh pengorbanan segala yang ada pada kita. Alasan karena kesibukan mencari nafkah sampai tak bisa sedikitpun memberikan perhatian yang intensif dan efektif kepada anak, menjadi indikator bahwa kita belum siap menjadi orang tua yang mampu membentuk karakter positif dan kondusif anggota keluarga.
Kebingungan anak-anak dalam mendapatkan kasih sayang orang tua sangat nampak, ketika orang tua kehilangan tujuan hidup berkeluarga. Ketidaksamaan langkah dalam mengarahkan anak-anak akan menambah kebingungan anak-anak dalam menemukan jati dirinya. Anak menjadi pendiam, peragu, dan tidak bisa bersosialisasi serta berkomunikasi dengan baik juga bisa disebabkan dari karakter dan sikap orang tua yang labil dalam segalanya.
Mengapa sikap anak-anak bisa seperti itu ? Tentu bukan karena suatu kebetulan tetapi terjadi karena mungkin sudut pandang orang tua dalam memaknai arti berkeluarga belum sama. Orang tua ingin menunjukkan kehebatan masing-masing dengan caranya kepada anak-anaknya, ini salah satu yang sangat terlihat. Tidak mau mengalah dan minta maaf ketika salah, adalah bayangan yang akan terlihat pada cermin yang kita bangun sendiri.
Perjalanan masih panjang, dan mungkin Alloh hendak memberikan pelajaran agar kita segera kembali menjadi ibu dan ayah bagi anak-anak kita yang semestinya. Terimakasih, kamu telah banyak memberikan pelajaran hidup dan membuatku tambah mengerti dalam memandang makna kehidupan. Maafkan atas perbedaan dalam menterjemahkan setiap langkah kehidupan ini yang akhirnya kita belum di ijinkan Alloh untuk melangkah bersama saat ini dan insyaalloh akan ditemukan figur orang yang siap memaknai arti berkeluarga sebagaimana harapan semuanya.